B BIOGRAFI PENDIRI. Almarhum KH Anwar Nur termasuk salah seorang ulama yang dikenal warak di Kabupaten Bangkalan. dan Said Hidayat kurang yakin karena memang pada saat itu untuk menjadi Bupati harus dari golongan Ningrat/Bangsawan, (Gedongan-Mojokerto) Wafat Muhammad Zakki Bin Abdulloh Iqna' (Buduran-Sidoarjo) Diberdayakan oleh Blogger
2512/2020 Profil Ulama, Seputar NU biografi Kyai Said Aqil Siradj, Ketua Umum PBNU, profil KH Said Aqil Siradj Tak kenal maka tak sayang. Peribahasa itu tepat untuk menggambarkan keadaan Indonesia akhir-akhir ini, dimana orang tak hanya tak kenal dan tak sayang, tetapi bahkan justru memfitnah, membenci dan memaki, dengan orang yang belum
BiografiSyekh Abil Hasan Asy Syadzily; Nasehat-Nasehat Hadratusyaikh Muhammad Hasyim Asy'ari; Syeikh Abul 'Abbas Al-Mursi; Hasan Al-Bashri dan Gadis Kecil; Kebesaran Hati al-Habib Muhammad Alawi al-Makki; KANG SEJO MELIHAT TUHAN; Kisah Mbah Said Gedongan Taklukkan Kereta Api; Mengenal KH Usman Abdurrahman Mranggen
Tidaklengkap rasanya mengulas tentang kotasantri di Kaliwungu tanpa membicarakan para Ulama dan para Kyai-nya. KH.Mahfudz sarbini yang biasa dipanggil dengan Mbah kaji merupakan salah satu sosok Ulama kaliwungu yang memiliki karismatik, beliau lahir sekitar tahun 1920 anak pasangan dari H.sarbini dan oleh para ulama disekitar kaliwungu sebagai bapaknya alqur'an
AyahKang Said, KH Aqil Siroj, adalah pengasuh Pesantren Kempek, salah satu pesantren penting dalam sejarah Cirebon dan Indonesia. Dalam satu tahun (2017 - 2018 ), Presiden Joko Widodo dua kali
Biografi& Memoar. Petualang & Penjelajah 104 107 6 Adang HS H Drs 3,918 212320818060 MTsS Cipasung 0265 545420 Jl. KH Ruhiat Singaparna Jl. Eyang Tirtajaya 47 Pamanukan Subang Jabar 326 390 16 Drs. Said Hafidz 4,382 212321518045 MTsS Darurrahman Asholihiyah Jl. Fajar Sidik No. 08
PNYYYml. Tak kenal maka tak sayang. Barangkali peribahasa itu tepat untuk menggambarkan keadaan Indonesia akhir-akhir ini, dimana orang tak hanya tak kenal dan tak sayang, tetapi bahkan justru memfitnah, membenci dan memaki, dengan orang yang belum dikenalnya di media. Tak terkecuali, berbagai fitnah, berita palsu hoax dan makian yang dialamatkan kepada Prof Dr KH Said Aqil Siradj, MA, Ketua Umum Ormas Islam terbesar di dunia Nahdlatul Ulama NU.Untuk itu, tulisan ini sedikit mengupas profil beliau, sosok santri yang dulu pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia MWA UI itu dinobatkan oleh Republika sebagai Tokoh Perubahan Tahun 2012 karena kontribusinya dan komitmennya dalam mengawal keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI dan berperan aktif dalam perdamaian dunia, khususnya di kawasan Timur Tengah. ***Ketika usia negara ini masih belia â delapan tahun â dan para pendiri bangsa baru beberapa tahun menyelesaikan âstatus kemerdekaanâ Indonesia di Konferensi Meja Bundar KMB pada 1949, di sebuah desa bernama Kempek, Palimanan, Cirebon, Jawa Barat, senyum bahagia KH Aqil Siroj mengembang. Tepat pada 3 Juli 1953, Pengasuh Pesantren Kempek itu dianugerahi seorang bayi laki-laki, yang kemudian diberi nama kecil kemudian tumbuh dalam tradisi dan kultur pesantren. Dengan ayahandanya sendiri, ia mempelajari ilmu-ilmu dasar keislaman. Kiai Aqil sendiri â Ayah Said â merupakan putra Kiai Siroj, yang masih keturunan dari Kiai Muhammad Said Gedongan. Kiai Said Gedongan merupakan ulama yang menyebarkan Islam dengan mengajar santri di pesantren dan turut berjuang melawan penjajah Belanda. âAyah saya hanya memiliki sepeda ontel, beli rokok pun kadang tak mampu. Dulu setelah ayah memanen kacang hijau, pergilah ia ke pasar Cirebon. Zaman dulu yang namanya mobil transportasi itu sangat jarang dan hanya ada pada jam-jam tertentu,â kenang Kiai Said dalam buku Meneguhkan Islam Nusantara; Biografi Pemikiran dan Kiprah Kebangsaan Khalista 2015.Setelah merampungkan mengaji dengan ayahanda maupun ulama di sekitar Cirebon, dan umur dirasa sudah cukup, Said remaja kemudian belajar di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur yang didirikan oleh KH Abdul Karim Mbah Manaf. Di Lirboyo, ia belajar dengan para ustadz dan kiai yang merawat santri, seperti KH Mahrus Ali, KH Marzuki Dahlan, dan juga Kiai Muzajjad selesai di tingkatan Aliyah, ia melanjutkan kuliah di Universitas Tribakti yang lokasinya masih dekat dengan Pesantren Lirboyo. Namun kemudian ia pindah menuju Kota Mataram, menuju Ngayogyokarta Hadiningrat. Di Yogya, Said belajar di Pesantren Al-Munawwir, Krapyak dibawah bimbingan KH Ali Maksum Rais Aam PBNU 1981-1984. Selain mengaji di pesantren Krapyak, ia juga belajar di IAIN Sunan Kalijaga, yang ketika itu KH Ali Maksum menjadi Guru Besar di kampus yang saat ini sudah bertransformasi menjadi UIN merasa belum puas belajar di dalam negeri. Ditemani istrinya, Nurhayati, pada tahun 1980, ia pergi ke negeri kelahiran Nabi Muhammad SAW Makkah Al-Mukarramah. Di sana ia belajar di Universitas King Abdul Aziz dan Ummul Qurra, dari sarjana hingga doktoral. Di Makkah, setelah putra-putranya lahir, Kang Said â panggilan akrabnya â harus mendapatkan tambahan dana untuk menopang keluarga. Beasiswa dari Pemerintah Saudi, meski besar, dirasa kurang untuk kebutuhan tersebut. Ia kemudian bekerja sampingan di toko karpet besar milik orang Saudi di sekitar tempat tinggalnya. Di toko ini, Kang Said bekerja membantu jual beli serta memikul karpet untuk dikirim kepada pembeli yang kecilnya di Tanah Hijaz juga sering berpindah-pindah untuk mencari kontrakan yang murah. âPada waktu itu, bapak kuliah dan sambil bekerja. Kami mencari rumah yang murah untuk menghemat pengeluaran dan mencukupkan beasiswa yang diterima Bapak,â ungkap Muhammad Said, putra sulung Kang keteguhannya hidup ditengah panasnya cuaca Makkah di siang hari dan dinginnya malam hari, serta kerasnya hidup di mantan âtanah Jahiliyyahâ ini, ia menyelesaikan karya tesisnya di bidang perbandingan agama mengupas tentang kitab Perjanjian Lama dan Surat-Surat Sri Paus Paulus. Kemudian, setelah 14 tahun hidup di Makkah, ia berhasil menyelesaikan studi S-3 pada tahun 1994, dengan judul Shilatullah bil-Kauni fit-Tashawwuf al-Falsafi Relasi Allah SWT dan Alam Perspektif Tasawuf. Pria yang terlahir di pelosok Jawa Barat itu mempertahankan disertasinya â diantara para intelektual dari berbagai dunia â dengan predikat bermukim di Makkah, ia juga menjalin persahabatan dengan KH Abdurrahman Wahid Gus Dur. âGus Dur sering berkunjung ke kediaman kami. Meski pada waktu itu rumah kami sangat sempit, akan tetapi Gus Dur menyempatkan untuk menginap di rumah kami. Ketika datang, Gus Dur berdiskusi sampai malam hingga pagi dengan Bapak,â ungkap Muhammad Said bin Said Aqil. Selain itu, Kang Said juga sering diajak Gus Dur untuk sowan ke kediaman ulama terkemuka di Arab, salah satunya Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki. Setelah Kang Said mendapatkan gelar doktor pada 1994, ia kembali ke tanah airnya Indonesia. Kemudian Gus Dur mengajaknya aktif di NU dengan memasukkannya sebagai Wakil Katib Aam PBNU dari Muktamar ke-29 di Cipasung. Ketika itu, Gus Dur âmempromosikanâ Kang Said dengan kekaguman âDia doktor muda NU yang berfungsi sebagai kamus berjalan dengan disertasi lebih dari 1000 referensi,â puji Gus Dur. Belakangan, Kang Said juga banyak memuji Gus Dur. âKelebihan Gus Dur selain cakap dan cerdas adalah berani,â ujarnya, dalam Simposium Nasional Kristalisasi Pemikiran Gus Dur, 21 November 2011 lama akrab dengan Gus Dur, banyak kiai yang menganggap Kang Said mewarisi pemikiran Gus Dur. Salah satunya disampaikan oleh KH Nawawi Abdul Jalil, Pengasuh Pesantren Sidogiri, Pasuruan, ketika kunjungannya di kantor PBNU pada 25 Juli 2011. Kunjungan waktu itu, merupakan hal yang spesial karena pertama kalinya kiai khos itu berkunjung ke PBNU â di dampingi KH Anâim Falahuddin Mahrus Lirboyo. Kiai Nawawi menganggap bahwa Kang Said mirip dengan Gus Dur, bahkan dalam bidang ke-nyelenehan-nya. âNyelenehnya pun juga sama,â ungkap Kiai Nawawi, seperti dikutip NU Online. âTerus berjuang di NU tidak ada ruginya. Teruslah berjuang memimpin, Allah akan selalu meridloi,â tegas Kiai Nawawi kepada orang yang diramalkan Gus Dur menjadi Ketua Umum PBNU di usia lebih dari 55 tahun NKRI dan mengawal perdamaian duniaPada masa menjelang kemerdekaan, tepatnya pada tahun 1936, para ulama NU berkumpul di Banjarmasin untuk mencari format ideal negara Indonesia ketika sudah merdeka nantinya. Pertemuan ulama itu menghasilkan keputusan yang revolusioner 1 negara Darus Salam negeri damai, bukan Darul Islam Negara Islam; 2 Indonesia sebagai Negara Bangsa, bukan Negara Islam. Inilah yang kemudian menginspirasi Pancasila dan UUD 1945 yang dibahas dalam Sidang Konstituante â beberapa tahun kemudian. Jadi, jauh sebelum perdebatan sengit di PPKI atau BPUPKI tentang dasar negara dan hal lain sebagainya, ulama NU sudah terlabih dulu pandangan dan manhaj ulama pendahulu tentang relasi negara dan agama ad-dien wa daulah itu, terus dijaga dan dikembangkan oleh NU dibawah kepemimpinan Kang Said. Dalam pidatonya ketika mendapat penganugerahan Tokoh Perubahan 2012 pada April 2013, Kiai Said menegaskan sikap NU yang tetap berkomitmen pada Pancasila dan UUD 1945. âMuktamar ke-27 di Situbondo-pen ini kan dilaksanakan di Pesantren Asembagus pimpinan Kiai Asâad Syamsul Arifin. Jadi, pesantren memang luar biasa pengaruhnya bagi bangsa ini. Meski saya waktu itu belum menjadi pengurus PBNU,â kata Kiai Said, mengomentari Munas Alim Ulama NU 1983 dan Muktamar NU di Situbondo 1984 yang menurutnya paling fenomenal dan berdampak dalam pandangan kini, peran serta NU dalam hal kebangsaan begitu kentara kontribusinya, baik di level anak ranting sampai pengurus besar, di tengah berbagai rongrongan ideologi yang ingin menggerogoti Pancasila sebagai dasar negara. Hal ini tercermin dalam berbagai kegiatan dan program NU yang selalu mengarusutamakan persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam konteks ini, Kiai Said sangat berpengaruh karena kebijakan PBNU selalu diikuti kepengurusan dibawahnya â termasuk organisasi satu peran yang cukup solutif, misalnya, ketika beliau menaklukkan Ahmad Mushadeq â orang yang mengaku sebagai Nabi di Jakarta dan menimbulkan kegaduhan nasional â lewat perdebatan panjang tentang hakikat kenabian 2007. âAlhamdulillah, doa saya diterima untuk bertemu ulama, tempat saya bermudzakarah diskusi. Sekarang saya sadar kalau langkah saya selama ini salah,â aku Mushadeq. Disisi lain, Kang Said juga mengakui kehebatan Mushadeq. âDia memang hebat. Paham dengan asbabun nuzul Al-Qurâan dan asbabul wurud Hadits. Hanya sedikit saja yang kurang pas, dia mengaku Nabi, itu saja,â jelas Kiai Said seperti yang terekam dalam Antologi NU Sejarah, Istilah, Amaliah dan Uswah Khalista & LTN NU Jatim, Cet II 2014.Kiai yang mendapat gelar Profesor bidang Ilmu Tasawuf dari UIN Sunan Ampel Surabaya ini bersama pengurus NU juga membuka dialog melalui forum-forum Internasional, khususnya yang terkait isu-isu terorisme, konflik bersenjata dan rehabilitasi citra Islam di Barat yang buruk pasca serangan gedung WTC pada 11 September 2001. Ia juga kerapkali membuat acara dengan mengundang ulama-ulama dunia untuk bersama-sama membahas problematika Islam kontemporer dan masalah Jumat, 7 Maret 2014, Duta Besar Amerika untuk Indonesia Robert O. Blake berkunjung ke kantor PBNU. Ia menginginkan NU terlibat dalam penyelesaian konflik di beberapa negara. âKami berharap NU bisa membantu penyelesaian konflik di negara-negara dunia, khususnya di Syria dan Mesir. NU Kami nilai memiliki pengalaman membantu penyelesaian konflik, baik dalam maupun luar negeri,â kata Robert, seperti dilansir NU Online. âSejak saya bertugas di Mesir dan India, saya sudah mendengar bagaimana peran NU untuk ikut menciptakan perdamaian dunia,â Yordania Abdullah bin Al-Husain Abdullah II juga berkunjung ke PBNU. Ia ditemui Kiai Said, meminta dukungan NU dalam upaya penyelesaian konflik di Suriah. âDi Timur Tengah, tidak ada organisasi masyarakat yang bisa menjadi penengah, seperti di Indonesia. Jika ada konflik, bedil yang bicara,â ungkap Kiai itu, menguapnya kasus SARA di Indonesia belakangan juga kembali marak muncul ke permukaan. âMunculnya kerusuhan bernuansa agama memang sangat sering kita temukan. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia harus terus belajar pentingnya toleransi dan kesadaran pluralitas. Sikap toleransi tersebut dibuktikan oleh Kaisar Ethiopia, Najashi Negus ketika para sahabat ditindas oleh orang-orang Quraisy di Mekkah dan memutuskan untuk hijrah ke Ethiopia demi meminta suaka politik kepadanya. Kaisar Negus yang dikenal sebagai penguasa beragama Nasrani itu berhasil melindungi para sahabat Nabi Muhammad SAW dari ancaman pembunuhan kafir Quraisy,â tulis Kiai Said dalam Dialog Tasawuf Kiai Said Akidah, Tasawuf dan Relasi Antarumat Beragama Khalista, LTN PBNU & SAS Foundation, Cet II, 2014.Menghadapi potensi konflik horisontal itu, NU juga tetap mempertahankan gagasan Darus Salam, bukan Darul Islam, yang terinspirasi dari teladan Nabi Muhammad dalam Piagam Madinah. Dalam naskah tersebut, nabi membuat kesepakatan perdamaian, bahwa muslim pendatang Muhajirin dan muslim pribumi Anshar dan Yahudi kota Yastrib Madinah sesungguhnya memiliki misi yang sama, sesungguhnya satu umat. Yang menarik, menurut Kiai Said, Piagam Madinah â dokumen sepanjang 2,5 halaman itu â tidak menyebutkan kata Islam. Kalimat penutup Piagam Madinah juga menyebutkan tidak ada permusuhan kecuali terhadap yang dzalim dan melanggar hukum. âIni berarti, Nabi Muhammad tidak memproklamirkan berdirinya negara Islam dan Arab, akan tetapi Negara Madinah,â terang Kiai itu, menurutnya, faktor politis juga kerapkali mempengaruhi, bukan akidah atau keyakinan. âSeperti di masa Perang Salib, faktor politis dan ekonomis lebih banyak menyelimuti renggangnya keharmonisan kedua umat bersaudara tersebut di Indonesia. Dengan demikian, kekeruhan hubungan Islam-Kristen tidak jarang dilatarbelakangi nuansa politis yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan agama itu sendiri,â ungkapnya, dalam buku Tasawuf Sebagai Kritik Sosial Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi bukan Aspirasi.***Ditengah agenda Ketua Umum PBNU yang sedemikian padat, Kiai Said dewasa ini diterpa berbagai fitnah, hujatan dan bahkan makian dari urusan yang remeh-temeh sampai yang menyangkut urusan negara. Ia dituduh agen Syiah, Liberal, antek Yahudi, pro Kristen, dan fitnah-fitnah lain oleh orang yang sempit dalam melihat agama dan konsep kemanusiaan dan kebangsaan. Meski demikian, ia toh manusia biasa â yang tak luput dari salah, dosa dan kekurangan â bukan seorang Nabi. Artinya, kritik dalam sikap memang wajar dialamatkan, tetapi tidak dengan hujatan, fitnah, dan berita palsu, melainkan dengan kata yang santun. Terkait hal ini, dalam suatu kesempatan ia memberi tanggapan kepada para haters-nya. Bukannya marah, Kiai Said justru menganggap para pembenci dan pemfitnah itu yang kasihan. Dan sebagai orang yang tahu seluk beluk dunia tasawuf, tentu dia sudah memaafkan, jauh sebelum mereka meminta maaf atas segenap kesalahan. Wallahu aâ Naufa Khoirul Faizun, Kader Muda NU dan Kontributor NU Online asal Purworejo, Jawa Tengah.
ĂlevĂ© Ă la dure » sur une petite ferme abitibienne, François Gendron a vu son pĂšre mourir trop jeune et a dĂ» bĂ»cher fort pour faire ses Ă©tudes, un parcours qui a marquĂ© celui qui dĂ©tient le record de longĂ©vitĂ© Ă lâAssemblĂ©e nationale. Mon pĂšre Ă©tait cultivailleur. [La ferme nâĂ©tait pas rentable, il devait travailler dans une usine pour complĂ©ter ses revenus.] Quand tu fais le train le matin avant dâaller Ă lâĂ©cole du rang Ă pied, ça forme le caractĂšre », laisse tomber lâancien dĂ©putĂ© pĂ©quiste en entrevue. Dans sa biographie, il revient sur ses racines qui ont profondĂ©ment marquĂ© sa longue carriĂšre Ă lâAssemblĂ©e nationale, ses convictions sociales-dĂ©mocrates et son penchant rĂ©gionaliste. Photo courtoisie François Gendron, 42 ans de passion pour le QuĂ©bec et ses rĂ©gionsĂcrit en collaboration avec Samuel Larochelleaux Ăditions Druide De La Sarre Ă PĂ©kin En 2012, vice-premier ministre, il est reçu en grand lors dâune visite en Chine. Je nâarrivais pas Ă croire quâun petit gars du 6e et 7e Rang Ouest de La Sarre, un fils de cultivateur qui a perdu son pĂšre trĂšs jeune, ait la chance de vivre ça », Ă©crit-il. Car M. Gendron, qui a occupĂ© 11 ministĂšres durant sa carriĂšre, dont lâĂducation, ne lâa pas eu facile. Son pĂšre, Odilon Gendron, sâest Ă©tabli en Abitibi dans le cadre du plan de colonisation Vautrin et pour Ă©viter la conscription de 1940 ». DĂšs son arrivĂ©e, sa mĂšre, Marguerite Mercier, a Ă©tĂ© catastrophĂ©e en constatant les conditions de vie sur place ». Sa famille vivait une vie de paysans, sans tĂ©lĂ©vision ni beaucoup dâargent ». La toilette Ă eau est arrivĂ©e chez nous quand jâavais 12 ans. On devait faire nos besoins dehors ou dans un contenant placĂ© dans la cave », Ă©crit-il. LâĂ©cole Ă lâarrachĂ© Dire que le systĂšme scolaire de lâĂ©poque laissait Ă dĂ©sirer est un euphĂ©misme. AprĂšs son passage Ă la petite Ă©cole, ses parents souhaitaient le garder Ă la maison pour quâil travaille Ă la ferme. Un religieux, cousin de son pĂšre, convainc la famille de lâenvoyer au juvĂ©nat. Câest sa tante Isabelle qui met la main Ă la poche pour lâenvoyer au secondaire, Ă Berthierville, dans LanaudiĂšre. Photo courtoisie Fils dâagriculteur et provenant dâun milieu modeste, il sâest battu toute sa jeunesse pour ĂȘtre Ă©duquĂ©. Puis le malheur frappe. Le directeur de conscience de François Gendron arrive Ă la conclusion que le jeune homme de 17 ans nâa pas la vocation religieuse, et le met Ă la porte du collĂšge. Lorsquâil revient de Berthierville pour lâannoncer Ă ses parents, la tragĂ©die a frappĂ©. Son pĂšre est dĂ©cĂ©dĂ© dans un accident automobile causĂ© par un chauffard en Ă©tat dâĂ©briĂ©tĂ©. Il rĂ©ussit toutefois Ă convaincre les religieux de le reprendre, mais sous conditions. Il doit sâoccuper du mĂ©nage des toilettes, et nâa pas le droit de participer aux rĂ©crĂ©ations. Cette expĂ©rience mâa forgĂ© le caractĂšre et permis dâapprendre que des convictions, ça se dĂ©fend », Ă©crit M. Gendron. Camelot Ă 19 ans JusquâĂ ce quâil obtienne son brevet dâenseignement, M. Gendron devra accumuler les petits boulots pour survivre. JâĂ©tais camelot Ă 19 ans, les gens me traitaient de grand niaiseux », dit-il. Ă un moment, il dort dans un sous-sol dâĂ©glise et se lave Ă la dĂ©barbouillette. Lorsquâil est Ă©lu dĂ©putĂ© dâAbitibi-Ouest en 1976 avec la vague qui porte au pouvoir le Parti quĂ©bĂ©cois de RenĂ© LĂ©vesque, M. Gendron, enseignant et syndicaliste, porte avec lui ces expĂ©riences. Il mĂšnera un important combat pour que lâAbitibi-TĂ©miscamingue ait sa propre universitĂ©. Dans les annĂ©es 1980, il pilote une rĂ©forme du dĂ©veloppement rĂ©gional. Et le fils dâagriculteur dĂ©pose une politique de souverainetĂ© alimentaire en 2012 sous le gouvernement Marois. AnxiĂ©tĂ© Mais son parcours politique a laissĂ© des traces sur sa santĂ©. Jâai fait des crises de panique sur une base rĂ©guliĂšre entre 1983 et 1990 », Ă©crit-il. Il sâest retrouvĂ© une dizaine de fois Ă lâurgence en cinq ans. Il a toutefois repris le contrĂŽle sur sa santĂ© en recevant des soins psychologiques. Aujourdâhui, M. Gendron, qui rĂ©side Ă La Sarre, Ă quelques dizaines de kilomĂštres de son lieu de naissance, reconnaĂźt quâil a de la peine » Ă voir lâĂ©tat actuel du PQ. Il ne croit pas quâil verra lâindĂ©pendance du QuĂ©bec, Ă laquelle il croit toujours, de son vivant. Photo courtoisie M. Gendron a Ă©tĂ© honorĂ© par plusieurs premiers ministres pour sa carriĂšre politique. Mais Ă 77 ans, il continue de croire quâun jour le QuĂ©bec reprendra sa marche vers la souverainetĂ©. Je vous ferai une liste dâattachĂ©s politiques de la CAQ qui ont encore la souverainetĂ© tatouĂ©e sur le cĆur », dit-il en riant. François Gendron, 42 ans de passion pour le QuĂ©bec et ses rĂ©gions, Ă©crit en collaboration avec Samuel Larochelle, sera disponible le 5 mai, aux Ă©ditions Druide.
Daftar Isi Profil KH. Abu Bakar Shofwan Gedongan1. Kelahiran2. Wafat3. Keluarga4. Pendidikan5. Menjadi Pengasuh pesantren6. TeladanKelahiranKH. Abu Bakar Shofwan atau yang kerap disapa dengan panggilan Kiai Abu lahir pada tahun 1942, di desa Pejomblangan Kedungwuni Pekalongan. Beliau merupakan putra dari H. Shofwan Hj. Timu binti Ahmad Jaiz Kudus yang merupakan keturunan dari Sunan beliau dari jalur ayah merupakan saudara dari KH. Khalil Bangkalan. Nasab beliau diantaranya, H. Shofwan bin Muharrir bin Muhamad bin Ahmad Prawiro bin Ahsan Prawiro bin Ahmad Prawiro bin Ahmad Abu wafat pada hari Senin, 30 Mei 2016 pukul di RS Gunung Jati Cirebon. Jenazah beliau dimakamkan di pemakaman umum Gedongan tidak jauh dari makam KH. Muhamad Saâ tahun 1969, Kiai Abu dijodohkan oleh KH. Mahrus Ali dengan Nyai Zaenab binti KH. Siradj, yaitu cucu dari KH. Muhamad Saâid pendiri Pondok Pesantren Gedongan. Pernikahannya dengan Nyai Zaenab, Kiai Abu tidak dikaruniai Kiai Abu menikah kembali dengan Nyai Umul Banin binti H. Sanusi. Buah dari pernikahannya, beliau dikarunia tiga orang putra-putri. Anak-anak beliau diantaranya, Minnatul Maula lahir 1993, Abdul Wahhab lahir 1996, dan Ayu Fitriyah lahir 2001.PendidikanPada tahun 1949, Kiai Abu mulai masuk Sekolah Rakyat dan telah berhasil mengkhatamkan bacaan Al-Qurâan 30 juz binadzar dihadapan ayahnya. Setelah itu beliau melanjutkan mengaji pada Kiai Syarif Pekalongan. Setelah mengkhatamkan al-Qurâan pada Kiai Syarif, pada tahun 1953 Kiai Abu mulai menghafal al-Qurâan di Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah dibawah bimbingan Kiai Badawi dan selesai pada tahun Kiai Abu melanjutkan pendidikannya di Pesantren Lirboyo yang saat itu diasuh oleh KH. Mahrus pesantrenSejarah pendirian Pondok Pesantren Madrasatul Huffadz 1 tidak terlepas dari kaitannya dengan Pondok Pesantren Gedongan yang telah dirintis oleh KH. Muhamad Said pada pertengahan abad awal didirikan, pondok pesantren ini adalah pesantren yang mengajarkan kitab-kitab salaf. Namun setelah KH. Abu Bakar Shofwan memperistri cucu KH. Muhamad Said yakni Nyai Hj. Zaenab binti KH. Siroj, ada warna baru dalam tradisi keilmuan Pondok Pesantren itu, Kiai Abu berinisiatif untuk mengambil adik perempuannya yakni Nyai Khadijah untuk dididik menghafal al-Qurâ saat itu kondisi Gedongan masih sangat sepi, geliat kegiatan keagamaan masyarakat pun belum terlalu terlihat, meskipun memang telah ada kegiatan pengajian kitab-kitab yang dibacakan oleh beberapa guru. Pada tahun 1973, Nyai Khadijah berhasil mengkhatamkan hafalan 30 juz Al-Qurâ Nyai Khadijah langsung membuat masyarakat terkesima lalu berbondong-bondong menitipkan putra-putrinya kepada Kiai Abu untuk dididik menjadi penghafal al-Qurâan. Melihat santri yang semakin banyak Kiai Abu membangun sebuah bangunan pesantren untuk menampung putra ditempatkan di langgar sedangkan santri putri ditempatkan di dalam pesantren. Seiring perkembangan jumlah santri yang terus meningkat, Kiai Abu kemudian membangun satu lokal tambahan berdekatan dengan bangunan pertama. Saat ini kedua bangunan tersebut digunakan sebagai asrama Pondok Pesantren Madrasatul Huffadz II asuhan cucu Nyai Kiai Abu wafat, Madrastul Huffadz I diasuh oleh Nyai Umul Banin yakni isteri Kiai Abu. Pada awalnya bangunan yang berada di belakang rumah Nyai Umul Banin tidak diniatkan untuk membangun pesantren. Kiai Abu hanya berniat membangun 3 kamar untuk ketiga anaknya. Namun setelah dimusyawarahkan, bangunan tersebut kemudian difungsikan sebagai asrama santri Madrasatul Huffadz I. Lantai satu ditempati oleh santri putra sedangkan lantai dua ditempati oleh santri santri putra dan putri disekat oleh tembok pembatas, sehingga meskipun berada di dalam bangunan yang sama santri putra dan putri tetap terpisah. Hingga saat ini Pondok Pesantren Madrasatul Huffadz I telah melahirkan ratusan alumni penghafal al-Qurâan yang tersebar di berbagai pelosok Indonesia bahkan hingga ke negeri itu, menurut kesaksian KH. Aqil Siradj, Pondok Pesantren Madrasatul Huffadz 1 merupakan pesantren tahfizh pertama di Abu dimata masyarakat Gedongan adalah Kiai yang bersahaja dan dekat dengan rakyat, beliau juga dikenal sebagai Kiai yang dermawan, atau orang dusun Gedongan menyebutnya dengan istilah âKiai Lomanâ. Banyak orang Gedongan yang sangat menykai Kiai Abu terutamanya orang-orang yang sering bersentuhan dengan beliau seperti tukang becak, tukang nangunan dan lain sebagainya.
l Kang Said atau yang memiliki nama lengkap KH. said Agil Siradj merupakan salah satu dari sekian banyak orang yang pernah menduduki ketua umum PBNU. Beliau lahir pada 03 Juli 1953, di Desa Kempek, Palimanan, Cirebon. Beliau merupakan putra kedua dari lima bersaudara, dari pasangan KH. Aqiel Sirodj dengan Hj. Afifah binti KH. Soleh Harun pendiri Pondok Pesantren Kempek. Saudara-saudara beliau diantaranya, KH. Jaâfar Shodiq, KH. Muhamad Musthofa, KH. Ahsin Syifa dan KH. Niâ Said Aqil Siradj melepas masa lajangnya dengan menikah Nyai. Nur Hayati Abdul Qodir. Buah dari pernikahannya, beliau dikaruniai empat orang anak, diantaranya, Muhammad Said Aqil, Nisrin Said Aqil, Rihab Said Aqil, dan Aqil Said Said Aqil Siradj kecil kemudian tumbuh dalam tradisi dan kultur pesantren. kepada ayahandanyalah, mula-mula ia mempelajari ilmu-ilmu dasar keislaman. Kiai Aqil sendiri merupakan putra Kiai Sirodj, yang masih keturunan dari Kiai Muhammad Said Gedongan. Kiai Said Gedongan merupakan ulama yang menyebarkan Islam dengan mengajar santri di pesantren dan turut berjuang melawan penjajah Belanda.âAyah saya hanya memiliki sepeda ontel, beli rokok pun kadang tak mampu. Dulu setelah ayah memanen kacang hijau, pergilah ia ke pasar Cirebon. Zaman dulu yang namanya mobil transportasi itu sangat jarang dan hanya ada pada jam-jam tertentu,â kenang Kiai Said dalam buku Meneguhkan Islam Nusantara; Biografi Pemikiran dan Kiprah mengaji dengan ayahanda maupun ulama di sekitar Cirebon ia rampungkan, dan umur dirasa sudah cukup, Said remaja kemudian belajar di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur yang didirikan oleh KH. Abdul Karim Mbah Manaf. Di Lirboyo, ia belajar dengan para ustadz dan kiai yang merawat santri, seperti KH. Mahrus Ali, KH. Marzuki Dahlan, dan juga Kiai Muzajjad selesai di tingkatan Aliyah, ia melanjutkan kuliah di Universitas Tribakti yang lokasinya masih dekat dengan Pesantren Lirboyo. Namun kemudian ia pindah menuju Kota Mataram, menuju Ngayogyokarta Hadiningrat. Di Yogya, Said belajar di Pesantren Al-Munawwir, Krapyak dibawah bimbingan KH. Ali Maksum Rais Aam PBNU 1981-1984. Selain mengaji di pesantren Krapyak, ia juga belajar di IAIN Sunan Kalijaga, yang ketika itu KH. Ali Maksum menjadi Guru Besar di kampus yang saat ini sudah bertransformasi menjadi UIN sudah begitu, ia masih saja merasa belum puas belajar di dalam negeri. Ditemani istrinya, Nurhayati, pada tahun 1980, ia pergi ke negeri kelahiran Nabi Muhammad SAW Makkah Al-Mukarramah. Di sana ia belajar di Universitas King Abdul Aziz dan Ummul Qurra, dari sarjana hingga doktoral. Di Makkah, setelah putra-putranya lahir, Kang Said â panggilan akrabnya â harus mendapatkan tambahan dana untuk menopang keluarga. Beasiswa dari Pemerintah Saudi, meski besar, dirasa kurang untuk kebutuhan tersebut. Ia kemudian bekerja sampingan di toko karpet besar milik orang Saudi di sekitar tempat tinggalnya. Di toko ini, Kang Said bekerja membantu jual beli serta memikul karpet untuk dikirim kepada pembeli yang kecilnya di Tanah Hijaz juga sering berpindah-pindah untuk mencari kontrakan yang murah. âPada waktu itu, bapak kuliah dan sambil bekerja. Kami mencari rumah yang murah untuk menghemat pengeluaran dan mencukupkan beasiswa yang diterima Bapak,â ungkap Muhammad Said, putra sulung Kang keteguhannya hidup ditengah panasnya cuaca Makkah di siang hari dan dinginnya malam hari, serta kerasnya hidup di mantan âtanah Jahiliyyahâ ini, ia menyelesaikan karya tesisnya di bidang perbandingan agama mengupas tentang kitab Perjanjian Lama dan Surat-Surat Sri Paus Paulus. Kemudian, setelah 14 tahun hidup di Makkah, ia berhasil menyelesaikan studi S-3 pada tahun 1994, dengan judul Shilatullah bil-Kauni fit-Tashawwuf al-Falsafi Relasi Allah SWT dan Alam Perspektif Tasawuf. Pria yang terlahir di pelosok Jawa Barat itu mempertahankan disertasinya â diantara para intelektual dari berbagai dunia â dengan predikat Kang Said mendapatkan gelar doktor pada 1994, ia kembali ke tanah airnya Indonesia. Kemudian Gus Dur mengajaknya aktif di NU dengan memasukkannya sebagai Wakil Katib Aam PBNU dari Muktamar ke-29 di Cipasung. Ketika itu, Gus Dur mempromosikan Kang Said dengan kekaguman âDia doktor muda NU yang berfungsi sebagai kamus berjalan dengan disertasi lebih dari 1000 referensiâ puji Gus hari, Kang Said juga banyak memuji Gus Dur. âselain cakap dan cerdas, beliau juga sosok yang beraniâ ujarnya dalam Simposium Nasional Kristalisasi Pemikiran Gus Dur, 21 November 2011 lama akrab dengan Gus Dur, banyak kiai yang menganggap Kang Said mewarisi pemikiran Gus Dur. Salah satunya disampaikan oleh KH. Nawawi Abdul Jalil, Pengasuh Pesantren Sidogiri, Pasuruan, ketika kunjungannya di kantor PBNU pada 25 Juli 2011. Kunjungan waktu itu, merupakan hal yang spesial karena pertama kalinya kiai khos itu berkunjung ke PBNU â di dampingi KH Anâim Falahuddin Mahrus Lirboyo. Kiai Nawawi menganggap bahwa Kang Said mirip dengan Gus Dur, bahkan dalam bidang ke-nyelenehan-nya.âNyelenehnya pun juga sama,â ungkap Kiai Nawawi. âTerus berjuang di NU tidak ada ruginya. Teruslah berjuang memimpin, Allah akan selalu meridloi,â tegas Kiai Nawawi kepada orang yang diramalkan Gus Dur menjadi Ketua Umum PBNU di usia lebih dari 55 tahun menjadi mahasiswa, Kang Said terlibat aktif di organisasi Nahdlatul Ulama NU, di antaranya adalah menjadi Sekertaris PMII Rayon Krapyak Jogjakarta 1972-1974, Yogyakarta, dan menjadi Ketua Keluarga Mahasiswa NU KMNU Mekah pada tahun 1983-1987. Selain menjadi pengurus organisasi, ia juga mempunyai kegiatan lainnya, menjadi tim ahli bahasa Indonesia dalam surat kabar harian Al-Nadwah Mekkah di tahun 1991Sekembalinya dari Timur Tengah, bukan menjadi menurun, Kang Said malah makin aktif dalam dunia nasional. Keahliannya dalam kajian keislaman, membuatnya diminta menjadi dosen di berbagai kampus di dalam negeri. Di antaranya dia tercatat sebagai dosen di Institut Pendidikan Tinggi Ilmu Alquran PTIIQ, Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta pada tahun 1995. Bahkan dua tahun kemudian ia menjadi Wakil Direktur Universitas Islam hanya itu, Kang Said juga dipercaya menjadi Penasehat Gerakan Anti Diskriminasi Indonesia Gandi yang bergerak dalam raung lingkup lintas agama dan anti diskriminasi
Daftar Isi 1. Riwayat Hidup dan Riwayat Wafat 2. Sanad Ilmu dan Pendidikan Guru-guru 3. Kisah Teguh dalam Memiliki semangat yang Istiqomah dalam Ibadah 4. Mengasuh Pesantren 5. Referensi 1. Riwayat Hidup LahirKH. Jaâfar Shodiq Aqil Siroj, akrab dipanggil Buya Jaâfar oleh para santrinya lahir di komplek Pondok Pesantren Kempek Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon pada tanggal 1 Juni 1951, beliau merupakan anak sulung dari 5 bersaudara pasangan KH. Aqil Siroj Pondok Pesantren Gedongan, Cirebon dengan Ny. Hj. Afifah Harun, putri pendiri Pondok Pesantren Kempek, KH. Harun Abdul antara saudara-saudara beliau adalah KH. Said Aqil Siroj Ketua Umum PBNU Masa Khidmah 2010-2021, KH. Muhammad Mushtofa Aqil Siroj, KH. Ahsin Syifa Aqil Siroj KH. Niamillh Aqil Siroj. Riwayat KeluargaKH. Jaâfar Shodiq Aqil Siroj menyempurnakan separuh agamanya dengan menikahi Ibu Ny. Hj. Daimah binti KH. Nashir Abu Bakar yang merupakan sepupu beliau dari jalur ibu, dari pernikahan ini beliau dikaruniai putra dan putra yang kelak menjadi penerusnya, yakni Ny. Hj. Thoâatillah Jaâfar KH. Ahmad Zaeni Dahlan, Lc., Izzat Muhammad Abir Azra Larasati KH. Muhammad bin Jaâfar Ny. Najhah Barnamij binti KH. Bisyri Imam Gedongan Ummu Aiman Jaâfar KH. Ahmad Nahdli bin Jaâfar Ny. Upi Diana Sari, Kaliwungu Aqilah Jaâfar Ust. Ashif Shofiyullah, Hamid bin Jaâfar NasabBerdasarkan silsilah nasab KH. Jaâfar Shodiq Aqil Siroj, beliau masih merupakan dzurriyah Rasullullah yang ke-32 dengan urutan nasabnya sebagai berikut Nabi Muhammad SAW Fatimah Az-Zahra Al-Imam Sayyidina Hussain Sayyidina Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Muhammad Al Baqir bin Sayyidina Jaâfar As-Sodiq bin Sayyid Al-Imam Ali Uradhi bin Sayyid Muhammad An-Naqib bin Sayyid Isa Naqib Ar-Rumi bin Ahmad al-Muhajir bin Sayyid Al-Imam Ubaidillah bin Sayyid Alawi Awwal bin Sayyid Muhammad Sohibus Saumiâah bin Sayyid Alawi Ats-Tsani bin Sayyid Ali Kholiâ Qosim bin Muhammad Sohib Mirbath Hadhramaut Sayyid Alawi Ammil Faqih Hadhramaut bin Sayyid Amir Abdul Malik Al-Muhajir Nasrabad, India bin Sayyid Abdullah Al-âAzhomatul Khan bin Sayyid Ahmad Shah Jalal Ahmad Jalaludin Al-Khan bin Sayyid Syaikh Jumadil Qubro Jamaluddin Akbar Al-Khan Al Husein bin Sayyid Ali Nuruddin Al-Khan Ali Nurul Alam Sayyid Umdatuddin Abdullah Al-Khan bin Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah Pangeran Pasarean Pangeran Muhammad Tajul Arifin Pangeran Dipati Anom Pangeran Suwarga atau Pangeran Dalem Arya Cirebon Pangeran Wirasutajaya Adik Kadung Panembahan Ratu Pangeran Sutajaya Sedo Ing Demung Pangeran Nata Manggala Pangeran Dalem Anom Pangeran Sutajaya ingkang Sedo ing Tambak Pangeran Kebon Agung Pangeran Sutajaya V Pangeran Senopati Pangeran Bagus Pangeran Punjul Raden Bagus atau Pangeran Penghulu Kasepuhan Raden Ali Raden Muriddin KH. Raden Nuruddin KH. Murtasim Kakak dari KH Mutaâad leluhur pesantren Benda Kerep dan Buntet KH. Said Pendiri Pesantren Gedongan KH. Siradj KH. Aqil KH. Jaâfar Shodiq WafatKH. Jaâfar Shodiq Aqil Siroj kembali keharibaanAllah SWT pada hari Selasa tanggal 1 April 2014 atau bertepatan dengan tanggal 1 Jumadil Akhir 1435 H pukul WIB, di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat RSPAD Gatot Soebroto Jakarta karena sakit. 2. Sanad Ilmu dan Pendidikan PendidikanKH. Jaâfar Shodiq Aqil Siroj mengawali pendidikannya dengan mengaji di Pondok Pesantren Kempek sampai mengkhatamkan Al-Qurâan kepada paman beliau, KH. Umar Sholeh dan Alfiyah Ibn Malik dibawah bimbingan ayahanda beliau langsung yakni, KH. Aqil Siroj, kemudian beliau melanjutkan pendidikannya di beberapa pesantren seperti Pondok Pesantren Lirboyo 3 Tahun Pondok Pesantren Sarang 1 Tahun Pondok Pesantren Tanggir 3 Tahun Ngaji Pasaran Ngalap Berkah di Ponpes Mranggen, Salatiga, Kaliwungu dan ponpes lain di Jawa Timur Guru-guru KH. Aqil Siroj Kempek KH. Umar Sholeh Kempek KH. Mahrus Ali Lirboyo KH. Marzuki Dahlan Lirboyo 3. Kisah Teladan Teguh dalam pendirianSetelah ayahanda, Kyai Haji Aqiel Siroj berpulang ke Rahmatullah, kepemimpinan pesantren diambil alih olehnya, sebagai anak yang pertama beliau memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengasuh Pondok Pesantren KHAS dulu MTM dan terlebih lagi keluarga. Hal ini sesuai dengan dawuh adiknya, yakni Romo Kyai Haji Musthofa AqielۧÙÙÙŰŻ ۧÙۧÙۚ۱ ÙÙ Ù
ÙŰČÙŰ© ۧÙۧPutra sulung itu kedudukannya seperti BapakDalam menjalani amanat tersebut, Buya Jaâfar adalah sosok yang tegas dalam memilih. Ia tidak berbelit-belit dan bila sudah berkata A beliau akan tetap dalam keteguhanya mengatakan A. Memiliki semangat yang tinggiBuya Jaâfar juga dikenal sebagai sosok yang memiliki semangat yang tinggi dalam hidup dan seorang pekerja keras. Beliau pernah berpesan pada santrinya agar terus bekerja keras untuk mengejar cita-citanya. âJangan berharap sukses jika tidak mau capek dan lelah,â pesan Buya Jaâfar pada santri-santrinya. Semangat ini juga lah yang membawa pesantren KHAS Kempek di tangan beliau mengalami kemajuan pesat, hingga menghasilkan banyak perkembangan. Di antara perkembangan tersebut adalah sebagai berikut Pada tahun 1996, ponpes KHAS Kempek yang waktu itu masih bernama Majelis Tarbiyatul Mubtadiien membuka sekolah MTs Terbuka untuk mengikuti tuntutan perkembangan zaman, yakni wajib belajar formal 9 tahun kala itu. Dan pada tahun 2002, sekolah terbuka tersebut resmi menjadi MTs KHAS Kempek. Setelah itu, dibangun pula MA KHAS Kempek pada tahun 2003 dan SMP KHAS Kempek pada tahun 2009. Pada awalnya, pesantren Kempek didirikan khusus untuk para santri yang fokus mengkaji kitab kuning. Akan tetapi kalau zaman sekarang pondok pesantren masih seperti itu, maka kemungkinan besar minat santri untuk belajar di Kempek akan semakin berkurang karena disamping santri yang notabanenya adalah mengkaji kitab kuning juga harus mengikuti perkembangan dari inisiatif itulah, Abuya Jaâfar mereformasi untuk kegemilangan pesantren Kempek dengan menambahkan kurikulum wajib belajar formal. JujurDawuh beliau yang populer adalah âSantri aja bulit, aja menang dewekâ. Santri jangan curang, jangan menang ini jarang dimiliki oleh orang lain. Sampai orang terdekatnya pun mengakui bahwa beliau adalah sosok yang sangat jujur. Saking jujurnya beliau tak pernah sembarangan dalam mengatur keuangan. Uang pondok yang dipegang oleh beliau sangat rapih dan tertib tak pernah disatukan dengan uang milik pribadinya, agar lebih berhati hati dalam menggunakan hak milik sendiri. KH. Muh. Musthofa Aqiel pernah menyebutkan hadis Nabi yang berbunyiŰčÙÙÙÙÙÙÙÙ
Ù ŰšÙۧÙŰ”ÙÙŰŻÙÙÙ ÙÙۧÙÙÙÙ Ű§ÙŰ”ÙÙŰŻÙÙÙ ÙÙÙÙŰŻÙÙÙ Ű§ÙÙÙÙ Ű§ÙÙŰšÙ۱ÙÙ Ű§ÙÙÙÙ Ű§ÙÙŰšÙ۱ÙÙÙÙÙÙŰŻÙÙÙ Ű§ÙÙÙÙ Ű§ÙÙŰŹÙÙÙÙŰ©Ù Ű±ÙŰ§Ù Ű§ÙŰšŰźŰ§Ű±Ù ÙÙ
ŰłÙÙ
Artinya âHendaknya kamu selalu jujur karena kejujuran itu akan membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu akan membawa ke dalam surga.â HR. Bukhari dan MuslimDan oleh karena itu, Kang Muh yakin Bahwa Buya Jaâfar adalah dari penduduk surga. Istiqamah dalam ibadahâIsun bli bisa niru istiqomahe buya Jaâfar,â Begitulah pernyataan dari KH. Muh. Musthofa Aqiel saat menggambarkan sosok Buya Jaâfar yang sangat istikamah dalam beribadah, termasuk sholat tahajud. Waktu selalu beliau jadwal dan dilakukan dengan istikamah. Setiap jam 11 malam beliau istirahat dan jam 3 pagi bangun, lalu beliau sholat tahajjud dengan tak lupa mendoakan santri santrinya agar di-futuh-kan hatinya dan diberkahi hidupnya. Setiap setelah shalat Shubuh berjamaâah, Buya Jaâfar juga sangat istikamah membaca 1000 kali shalawat kepada Nabi Muhammad bersama santri-santrinya. Hal ini merupakan salah satu keistikamahan beliau yang sangat terkenang di hati para santrinya. Terlebih Buya Jaâfar pernah dawuh âDengan rajin bersholawat, yang kita usahakan dan cita-citakan, insyaallah akan tercapai.â 4. Pengabdian Mengasuh PesantrenSetelah ayahanda beliau wafat, KH. Jaâfar Shodiq Aqil Siroj diberi amanah untuk melanjutkan estafet kepemimpinan pesantren yang pada saat itu masih bernama Majlis Tarbiyatul Mubtadiin MTM yang masih merupakan satu kesatuan dengan Pondok Pesantren Kempek. Di mana seiring berjalannya waktu kemudian menjadi Pondok Pesantren KHAS Kempek, Dan untuk menaungi MTM ini, beliau bersama adik-adiknya yakni Prof. DR. KH. Said Aqil Siroj, MA Ketua Umum PBNU Th. 2010-2021, KH. Moh. Musthofa Aqil Siroj, Al-Maghfurlah KH. Ahsin Syifa Aqil Siroj dan KH. Niâamillah Aqil Siroj, kemudian pada tahun 1995 mendirikan Yayasan Kyai Haji Siroj KHAS dalam perkembangan selanjutnya sekarang Yayasan tersebut memiliki beberapa unit pendidikan yakni Madrasah Tahdzibul Mutsaqofien MTM Putra dan Putri Madrasah Tsanawiyah MTsS KHAS Kempek, tahun 2002 Madrasah Aliyah MAS KHAS Kempek, tahun 2003 Sekolah Menengah Pertama SMP S KHAS Kempek, tahun 2009 Majlis Dirosah Ilmiah Al-Ghadier, tahun 2009 Sekolah Menengak Kejuruan SMK KHAS Kempek Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan STIKES KHAS Kempek Sekolah Tinggi Agama Islam STAI KHAS Kempek Di samping kesibukan KH. Jaâfar Shodiq dalam mengasuh dan mengembangkan pesantrennya, beliau juga turut aktif dalam organisasi-organisasi keagamaan, sosial maupun politik, hal ini salah satunya dibuktikan dengan kesuksesan beliau dalam menyelenggarakan dan menjadi tuan rumah MUNAS Alim Ulama dan KONBES NU pada tahun 2012 dan beberapa jabatan yang diamanahkan kepada beliau hingga ahir hayatnya, diantaranya Pengasuh Majlis Tarbiyatul Mubtadiin Pon. Pes. KHAS Kempek Ketua Yayasan KHAS Ketua MUI kabupaten Cirebon Wakil Rais Syuriah Jawa Barat 5. Referensi
biografi kh said gedongan